Jumat, 25 Maret 2016

Hukum Dagang

A.    Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Hukum dagang merupakan keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang mengatur dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan usaha atau perdagangan.

Prof. Subekti, S.H berpendapat bahwa :
Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak dianggap pada tempatnya, oleh karena “Hukum Dagang” tidak lain adalah “hukum perdata” itu sendiri melainkan pengertian perekonomian.
Hukum dagang dan hukum perdata bersifat asasi terbukti di dalam :
1.      Pasal 1 KUHD
2.      Perjanjian jual beli
3.      Asuransi yang diterapkan dalam KUHD dagang

Dalam hubungan hukum dagang dan hukum perdata dibandingkan pada sistem hukum yang bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur dalam KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.


B.     Berlakunya Hukum Dagang di Indonesia
KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia merupakan turunan dari “Wetboek van Koophandel” dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari “Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale handelsrechtbanken) (H.M.N.Purwosutjipto,1987).

Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10).


C.    Hubungan pengusaha dengan pembantu pengusaha
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
a.    Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
b.  Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c.   Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.

Sebuah perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar, komissioner.

Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1.      Membantu dalam perusahaan
2.      Membantu diluar perusahaan

1.      Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
a)      Pelayan toko
b)      Pekerja keliling
c)      Pengurus filial.
d)     Pemegang prokurasi
e)      Pimpinan perusahaan
Hubungan hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
(1)   Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
(2)   Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.

Dua sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1) KUHPER.

2.      Adapun pembantu-pembantu luar perusahaan antara lain:
a)      Agen perusahaan
Hubungan pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b)      Perusahaan perbankan
c)      Pengacara
d)     Notaris.
e)      Makelar
f)       Komisioner


D.    Kewajiban pengusaha
·      Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
·     Tidak mempekerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
·         Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki-laki dan perempuan
·       Bagi perusahaan yang mempekerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
·         Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat/libur pada hari libur resmi
·         Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek
·         Pengusaha wajib membayar pajak




Sumber:

Hukum Perjanjian

Istilah kontrak atau perjanjian dapat dijumpai dalam KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.

I.          Kontrak Standar
Standar kontrak adalah  perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir – formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan)

Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu :
1.    Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.      Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

Jenis-jenis kontrak standar :
·    Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a.        kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b.        kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c.        kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.

·     Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a.        kontrak standar menyatu;
b.        kontrak standar terpisah.

·      Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
a.        kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandatangani;
b.        kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan

II.       Jenis-jenis Perjanjian
Secara umum perjanjian dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu perjanjian obligator dan perjanjian non obligator. Perjanjian obligator adalah perjanjian yang mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu. Sedangkan perjanjian non onbligator adalah perjanjian yang tidak mewajibkan seseorang untuk menyerahkan atau membayar sesuatu.

Perjanjian obligator terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
·           Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian yang membebankan prestasi pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang membebankan prestasi kepada kedua belah pihak, misalnya jual beli.

·           Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.

·           Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.

·           Perjanjian bernama, tidak bernama dan campuran
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.

Perjanjian non obligator terbagi menjadi:
1.      Zakelijk overeenkomst adalah perjanjian yang menetapkan dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain.
2.      Bbevifs overeenkomst adalah perjanjuan untuk membuktikan sesuatu.
3.      Liberatoir overeenkomst adalah perjanjian dimana seorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban
4.      Vaststelling overenkomst adalah perjanjian untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum diantara para pihak.

III.      Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :

1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.

3.      Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.

4.      Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

IV.      Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat  perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
·        Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
·      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
·           Terkait resolusi atau perintah pengadilan
·           Terlibat hukum
·           Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian

Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

V.       Wanprestasi
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.

Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
·         Tidak memenuhi prestasi sama sekali
·         Terlambat memenuhi prestasi, dan
·         Memenuhi prestasi secara tidak sah

Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian.

Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
·         Pemenuhan perikatan
·         Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
·         Ganti rugi
·         Pembatalan persetujuan timbale balik, atau

·         Pembatalan dengan ganti rugi



Sumber :

Hukum Perikatan

I.          Pengertian Perikatan
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang “kreditur”, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau “debitur”. Adapun barang yang dapat dituntut dinamakan “prestasi”, yang menurut undang-undang dapat berupa:
1) Menyerahkan suatu barang
2) Melakukan suatu perbuatan
3) Tidak melakukan suatu perbuatan

Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang. Sedangkan perjanjian adalah perbuatan hukum. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan yang lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang. Yang belakangan ini, dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari suatu perbuatan yang diperoleh dan yang lahir dari perbuatan yang berlawanan dengan hukum.

Unsur-unsur perikatan:
1. Hubungan hukum.
2. Harta kekayaan.
3. Pihak yang berkewajiban dan pihak yang berhak.
4. Prestasi.

II.       Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
a.            Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
b.           Perikatan yang timbul dari undang-undang
c.    Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming ) .

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
·         Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata )
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

·         Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata )
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

·         Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata )
Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.



III.    Hubungan Perikatan dan Perjanjian
Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.
Perikatan lahir karena dua hal, yaitu karena persetujuan (perjanjian) atau karena undang-undang. Perjanjian atau persetujuan merupakan sumber terpenting dari perikatan karena sebagian besar perikatan lahir karena perjanjian atau persetujuan. Perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian merupakan suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Perikatan tidak dapat kita lihat dengan mata kepala kita sendiri sedangkan suatu perjanjian dapat kita lihat atau baca ataupun mendengarkan perkataan-perkataannya.
Perikatan yang lahir dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang atau diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang atau dua pihak mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum, karena janji yang telah mereka berikan. Perikatan tersebut baru berakhir kalau janji atau prestasi sudah dipenuhi.

IV.    Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :


     1. Pembayaran
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Dalam hal objek perikatan adalah pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbal balik, perikatan baru berakhir setelah pembayaran uang dan penyerahan benda.
    2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan
Jika debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaris, kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditor itu kemudian debitur menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perikatan menjadi hapus ( Pasal 1404 KUH Perdata ).   
    3. Pembaharuan utang (Novasi) 
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
   4. Perjumpaan utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
    5. Pencampuran Utang
Menurut ketentuan Pasal 1436 KUH Perdata, Pencampuran utang itu terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur itu menjadi satu tangan. Pencampuran utang tersebut terjadi demi hukum. Pada pencampuran hutang ini utang piutang menjadi lenyap. 
     6. Pembebasan Utang
Pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
     7. Musnahnya barang yang terutang
Menurut ketentuan pasal 1444 KUH Perdata, apabila benda tertentu yang menjadi objek perikatan itu musnah, tidak dapat lagi diperdangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitor, dan sebelum dia lalai, menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan; perikatan menjadi hapus (lenyap) akan tetapi, bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya, kerena pencurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitor (orang yang mencuri itu) untuk mengganti harganya.
     8. Pembatalan perikatan-perikatan.
Menurut ketentuan pasal 1320 KUH Perdata, apabila suatu perikatan tidak memenuhi syarat-syarat subjektif. Artinya, salah satu pihak belum dewasa atau tidak wenang melakukan perbuatan hukum, maka perikatan itu tidak batal, tetapi “dapat dibatalkan” (vernietigbaar, voidable).
     9. Berlaku Syarat Batal
Syarat batal yang dimaksud disini adalah ketentuan isi perikatan yang disetujui oleh kedua pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal (nietig, void) sehingga perikatan menjadi hapus.
   10. Kadaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu :
·         Lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang 
·    Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan



Sumber:
 

Welcome to My Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang