Jumat, 25 Maret 2016

Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia


I. Hukum Perdata Indonesia

Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku diPerancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :
1.      Buku I tentang Orang. Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2.      Buku II tentang Kebendaan. Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
3.      Buku III tentang Perikatan. Mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.

4.      Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

II.            Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari sejarah hukum perdata Eropa. Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku hukum perdata Romawi disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan setempat.
Diterimanya hukum perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, pada saat itu keadaan hukum di Eropa kacau-balau dimana tiap-tiap daerah memiliki peraturan sendiri yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan ini terlihat jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang menunjang, sehingga orang mencari  jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat disebut “Code Napoleon”, karena Code Civil des Francais merupakan bagian dari Code Napoleon. Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum. Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di jaman Romawi, akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland). Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) yang merupakan produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).

III.       Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata
a.       Pengertian Hukum Perdata
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum  Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana. Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menyebutnya sebagai Hukum Sipil, tapi karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata, untuk segenap peraturan hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).
Pengertian dari Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah Hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseeorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal dengan Hukum Perdata Formil yang sekarang lebih dikenal dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya, hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata. Didalam pengertian sempit kadang-kadang Hukum Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.

b.      Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia

Keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu masih beraneka warna. Ada 2 faktor Penyebab keanekaragaman ini, yaitu:
1)  Faktor Ethnis disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia, karena Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa.
2)      Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. membagi penduduk indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
·         Golongan Eropa yang dipersamakan
·         Golongan Bumi Putera (pribumi/ bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan.
·         Golongan Timur asing (bangsa Cina, India , Arab)

Dan pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. diatas, yaitu :
·      Bagi Golongan eropa dan yang dipersamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
·       Bagi Golongan Bumi Putera (Indonesia asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat merka. Yaitu Hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
·       Bagi Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina, Arab, India) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Maksudnya untuk segala golongan warga negara berlainan satu dengan yang lain. Dapat kita lihat :
a)      Untuk Golongan Bangsa Indonesia Asli
Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih belum tertulis , tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat.
b)      Untuk Golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku kitab KUHP (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD( Wetboek van koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan tionghoa ada suatu penyimpangan , yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi golongan tionghoa, karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke stand, dan peraturan mengenai pengangkatan anak(adopsi).
Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai Hukum Kekayaan Harta benda(Vermorgensrecht ), jadi tidak mengenai Hukum kepribadian dan Hukum Kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.

Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap Hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap Hukum di Indonesia ditulis dalam pasal  131 (I.S) (indische staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S.) yaitu pasal 77 RR (Regeringsreglement) dengan pokok-pokok sebagai berikut:
1.      Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum acara Pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
2.    Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (sesuai azas konkordansi)
3.    Untuk Golongan Bangsa Indonesia asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa,Arab, dll) jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya , dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4.    Orang Indonesia Asli dan Timur Asing , sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukkan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
5.    Sebelumnya Hukum untuk Bangsa Indonesia ditulis didalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

Berdasarkan pedoman tersebut diatas, dijaman Hindia Belanda telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk Bangsa Indonesia Asli, seperti Pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :
-    Perjanjian kerja pemburuhan : (Staatsblad 1879 no.256) pasal 1788-1791 BW perihal Hurtang-hutang dari perjudian(Staatsblad 1907 no.306)
-        Dan beberapa pasal dari WVK(KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Stratsblad 1933 no.49)

Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk Bangsa Indonesia seperti :
-          Ordonansi Perkawinan Bangsa Indonesia Kristen(Staatsblad 1933 no.74)
-       Organisasi tentang maskapai andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no.570 berhubungan dengan no.717

Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu :
-          Undang-Undang hak pengarang (auteurswet tahun 1912)
-          Peraturan umum tentang Koperasi (staatsblad 1933 no.108)
-          Ordonansi woeker(Staatsblad1938 no .523)
-          Ordonansi tentang Pengangkutan di Udara (Staatsblad 1938 no.98).

IV.            Sistematika Hukum Perdata
Ada dua pendapat tentang sistematika Hukum Perdata kita (BW). Pendapat pertama yaitu dari pemberlaku undang-undang yaitu:
1)      Buku I : Van Personen  ( mengenai orang )
2)      Buku II : Van Zaken ( mengenai Benda )
3)      Buku III : Van Verbinsissen ( mengenai Perikatan )
4)      Buku IV : Van Bevijs En Verjaring ( mengenai bukti dan kadaluarsa )

Pendapat yang kedua menurut Ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu:
1.      Hukum tentang diri seseorang
Hukum tentang diri seseorang ini memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum; peraturan-peraturan perihal kecakapanuntuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2.      Hukum Kekeluargaan
Hukum kekeluargaan mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul sebagai akibat dari hubungan kekeluargaan, yaitu:Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami isteri, hubungan antara orang tua dan anak,perwalian dan curatele.
3.      Hukum Kekayaan
Hukum kekayaan adalah hukum yang mengatur perihal hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang, yaitu segala kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu biasanya dapat dipindahkan kepada orang lain.
4.      Hukum Warisaan
Hukum warisan adalah hukum yang mengatur tentang benad atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal dunia.Hukum warisan ini juga mengatur akibat-akibat hukum keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.




Sumber :



0 komentar:

Posting Komentar

 

Welcome to My Blog Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang